International Women's Day : Sebuah Refleksi


Tahun ini bagi saya merupakan tahun kedua dimana saya benar-benar memahami mengenai makna “emansipasi” Perempuan. Beberapa tahun yang lalu saya masih ada pada zaman kegelapan, dimana saya hanya memahami emansipasi perempuan sebagai perayaan-perayaan simbolik tanpa makna. Ya perempuan, mereka adalah orang-orang hebat yang seharusnya memiliki posisi, hak yang setara dengan semua makhluk yang bernama manusia di planet bumi ini.

Bila sedikit kita melakukan flash back ke belakang, hari perempuan merupakan  perayaan untuk mempringati keberhasilan perempuan dalam bidang politik,ekonomi dan sosial. Banyak peristiwa-peistiwa heroik yang menandai hari perempuan ini menjadi penting untuk dirayakan. Diantaranya adalah peristiwa kebakaran Pabrik Triangle Shirtwaist di New York pada 1911 yang mengakibatkan 140 orang perempuan kehilangan nyawanya. Gagasan mengenai hari perempuan internasional ini mulai dicetuskan pada abad ke 20 dimana gelombang ekspansi ekonomi  dan industrialisasi terus berkembang. Kondisi tersebut memicu gelombang protes di berbagai wilayah Eropa dan Amerika karena situasi di dalam dunia kerja seperti upah yang rendah dan jam kerja yang tidak merata . Puncak protes terjadi pada 8 Maret 1857 di New York City dan mendorong terbentuknya organisasi buruh pada bulan maret dua tahun kemudian. Perayaan hari perempuan internaasional ini sempat hilang, dan kemudian muncul pada tahun 1960 dan di sponsori kemudian oleh PBB pada tahun 1975 hingga sekarang[1].

Sekarang sudah menginjak tahun 2016, sudah puluhan tahun perayaan ini di gelar di seluruh dunia. Namun sayang nya  di Negara kita perayaan hari perempuan internasional hanya sebatas kegiatan simbolik atau perayaan-perayaan semata. Substansi dari pemaknaan hari perempuan belum sepenuhnya di pahami. Tidak semua orang bahkan perempuan memahami tentang hak mereka sendiri, hak untuk bebas memutuskan keputusan sendiri. Kita memang berada dalam sebuah sistem socio cultural yang telah lama merenggut hak-hak perempuan. Dalam berbagai dimensi perempuan ada dalam posisi subordinat, menjadi biang kerok dari segala masalah. Menjadi korban eksploitasi  kaum adam.

Hari perempuan Internasional rupanya bukan suatu upaya untuk membalik keadaan, melawan penindasan dengan penindasan baru. Namun sebuah hari untuk mengingatkan kita semua bahwa perempuan patut dihargai. Kenapa ketika ada suami yang korupsi, istrilah yang disalahkan. Kenapa ketika ada kejadian pemerkosaan, korbanlah (dalam hal ini perempuan) menjadi yang disalahkan. Tak hanya itu di dalam struktur keluarga perempuan memiliki beban ganda. Ketika suami tidak mampu menutup kebutuhan keluarga (secara materi), perempuanlah yang menjadi korban, beban hingga pelampiasan amarah. Perempuan tidak boleh bekerja padahal kebutuhan keluarga tidak pernah berkurang. Ketika perempuan memiliki hutang, perempuan yang disalahkan. Padahal suami lah yang sebenarnya telah gagal (dalam perspektif pembagian kerja patriarki), namun perempuan tetap yang disalahkan.  Kita berada dalam sebuah sistem yang meminggirkan hak perempuan untuk berkembang, dan kita masih akan menghadapi jalan yang panjang dan penuh duri untuk mewujudkan keadilan bagi setiap manusia.

Di hari ini, semoga semakin banyak perempuan dimuka bumi yang rajin membaca, bukan hanya membaca cerita termehek-meheknya Tere liye saja. Namun membaca kisah-kisah perempuan hebat, dan mengispirasi mengenai perempuan yang mempunya peran-peran penting bagi dirinya, keluarganya hingga Bangsanya. Bukan jadi perempuan yang “tersesat pikir” terbuai oleh godaan… mmm godaan apa yah? Godaan bersembunyi di dalam bulu-bulu kelinci.


[1] https://id.wikipedia.org/wiki/Hari_Perempuan_Internasional

Komentar