Desa Karangwangi Kecamatan Cidaun, Cianjur : Hewan Liar dan Penghidupan Warga



Gambar Tulang Rahang Bawah Babi Hutan di temukan di Cagar Alam Bojong Larang Jayanti

Mayoritas masyarakat Desa Karangwangi memiliki mata pencaharian sebagai petani. Mereka memiliki sumber penghidupan utama yang berasal dari kebun dan talun. Penghidupan masyarakat yang bersumber dari kebun dan talun tersebut berpengaruh pada persepsi masyarakat terhadap Hewan liar yang ada disekitar mereka. Segala sesuatu yang mempengaruhi keberlangsungan kebun dan talun akan mendapat perhatian lebih dari masyarakat. Setiap hal  yang  bersifat fisik atau nonfisik yang mendukung keberlangsungan kebun dan talun warga akan dipertahankan, bahkan bila perlu mereka menambahkan berbagai macam ritual untuk melindunginya. Kolot baheula[1] membacakan jangjawokan[2] sebagai doa agar kebun mereka memberikan hasil yang cukup, sedangkan  pada zaman sekarang mereka cukup berdoa kepada Gusti Allah.
Hal sebaliknya dilakukan apabila ada sesuatu yang menganggu usaha warga dalam kegiatan berkebun. Mereka akan mengusir dengan segala cara yang dapat dilakukan. Contohnya bila musim kering atau pada saat penghujan terlambat tiba, selalu ada jangjawokan yang dibacakan. Namun bila gangguan tersebut datang dalam bentuk fisik maka tindakan yang dilakukan pun berupa fisik. Babi hutan adalah salah satu hewan yang menganggu keberadaan kebun dan talun warga yang dapat dilihat secara fisik. Mereka melakukan tindakan fisik untuk mengusinya, dengan cara digeubahkeun[3] hingga tindakan pemburuan hewan tersebut.

Gambar Warga yang akan pergi berburu Babi Hutan
 Perburuan Hewan liar di daerah Karangwangi sudah berlangsung sejak zaman dahulu, bahkan sejak pertama kali lahan perkebunan dibuka dikawasan ini. Kepemilikan kebun warga yang dikelilingi oleh hutan belantara berimplikasi pada rentanya keadaan kebun yang sewaktu-waktu dapat diganggu oleh hewan liar. Sehingga perburuan hewan liar yang merusak kebun warga telah menjadi kebiasaan tiap waktunya. Kebiasaan tersebut tetap berlangsung hingga saat ini karena di Desa Karangwangi masih terdapat hewan liar yang datang dari Cagar Alam Bojonglarang Jayanti.
Keberadaan cagar alam Bojonglarang Jayanti merupakan ekosistem  paling sempurna bagi hewan liar yang berada dikawasan desa ini. Keberadaan hewan liar seperti babi hutan, musang dan burung bukan merupakan hal yang asing bagi penduduk di dekat kawasan Cagar Alam. Hampir seluruh RW di desa Karangwangi berbatasan langsung dengan Cagar Alam. Dari delapan RW yang ada, hanya RW 1 dan RW 5 yang tidak berbatasan dengan Cagar Alam. Namun meskipun begitu hampir di setiap RW dapat ditemukan banyak hewan liar. Dari keterangan warga beberapa hewan datang dari hutan pada malam hari kemudian terjebak  di hutan-hutan kecil diluar kawasan cagar alam atau kebun-kebun milik warga.
 Tidak semua hewan liar yang masuk ke kebun warga dianggap sebagai hama pengganggu. Ada beberapa hewan yang menguntungkan bagi mereka diantaranya adalah hewan penanda akan datangnya musim penghujan, seperti gerombolan kupu-kupu yang bergerak dari barat keselatan. Disamping itu ada pula hewan liar yang dibiarkan begitu saja oleh warga. Banyak alasan warga membiarkan keberadaan hewan liar tersebut diantaranya adalah keberadaan mitos yang muncul mengenai keberadaan hewan tersebut.

Peta Desa Karangwangi (Sumber: profil Desa Karangwangi)
Penghidupan warga yang berorientasi pada kegiatan bercocok tanam di kebun dan talun menciptakan persepsi mengenai satwa liar. Hewan liar yang mengangu tanaman warga di kebun dan talun akan dianggap sebagai hama. Selain hama ada hewan liar yang dijadikan komoditas, artinya hewan liar tersebut diperdagangkan, ada hewan liar yang bermanfaat bagi kebun dan talun warga sehingga hanya dibiarkan oleh warga. Ada pula hewan yang memiliki kepercayaan atau mitos tertentu sehingga warga hanya membiarkan kebereradaan hewan tersebut.


[1] Orang tua Dahulu, atau sesepuh (Bahasa Sunda)
[2] Semacam Mantra namun memiliki bahasa tutur bahasa Sunda
[3] Diusir dengan suara atau teriakan (Bahasa Sunda)

Komentar