Mata pencaharian orang Riung Kabupaten Ngada : Orang asli berladang, pendatang melaut




Mata pencaharian hidup yang utama dari orang Riung asli adalah ber­cocok tanam di ladang. Para warga laki-laki dari sejumlah keluarga luas biasanya bekerja sama dalam hal membuka ladang di dalam hutan. Aktivitas itu terdiri dari memotong dan membersihkan belukar bawah, menebang pohon-pohon dan membakar daun-daunan, batang-batang dan cabang-cabang yang telah dipotong dan ditebang. Kemudian bagian hutan yang dibuka dengan cara tersebut dibagi antara berbagai keluarga luas, yang telah bersama-sama membuka hutan tadi. Dari atas 'sekelompok ladang-ladang serupa itu akan tampak seperti suatu jaringan sarang laba-laba. Tanaman pokok yang di­tanam di ladang-ladang adalah jagung dan padi.
Kecuali bercocok tanam di ladang, beternak juga merupakan suatu mata pencaharian yang penting di Riung bahkan di seluruh Flores pada umumnya. Binatang piaraan yang terpenting adalah kambing. Binatang ini tidak dipiara untuk tujuan-tujuan ekonomis tetapi untuk membayar mas kawin, untuk disem­belih dan dikonsurnsi pad upacara-upacara adat, dan untuk menjadi lambang kekayaan serta gengsi. Binatang piaraan penting lainnya adalah kuda, yang dipakai sebagai binatang tenaga memuat barang. Di samping itu kuda juga sering dipakai sebagai harta mas kawin. Kambing dan juga sapi dimasukkan ke dalam kandang umum dari desa dan digembala di padang-padang rumpus yang juga merupakan milik umum dari desa. Adapun sapi biasanya dibiarkan saja siang-­malam berkeliaran lepas di padang-padang rumput dari desa, hanya kalau orang membutuhkan seekor maka Sapi itu ditangkap, kemudian dilepaskan lagi sesudah dipakai. Pemeliharaan babi, kambing, domba atau ayam dilakukan di pekarangan rumah. Namun metode orang Riung yang masih digunakan masih peternakan pola subsisten, sehingga peningkatan tiap taunnya sangan lambat, bahkan mengalami penurunan.


(Bagan Kepemilikan hewan ternak[1] di kecamatan Riung)

Berbeda dengan orang Riung asli, orang Riung pendatang seperti orang Selayar, Bugis, Bajo dan atau orang Riung asli yang menikah dengan pendatang, mereka memiliki mata pencaharian sebagai nelayan. Nelayan diRiung masih sebagai nelayan bersekala kecil. Mereka hanya menggunakan kapal keci yang lama berlayar hanya satu hari. Malam berangkat melaut, siang sudah kembali ke daratan. Mereka menjual langsung di tempat setelah perahu mendarat atau mengkonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Pernah satu malam ketika perjalanan dari Riung menuju Bajawa kami melihat motor yang membawa tong dikanan dan kirinya. Ternyata mereka orang yang menjual ikan dari Riung ke Bajawa.
     “Saya dapat ikan dari Riung kalau tidak dari Aimere,  ikanya cukup segar karena sekali dapat mereka langsung jual. Biasa saya dapat dari mereka(Riung) setiap dua hari sekali sisanya dari Aimere”(Hartono)
Begitu penuturan seorang penjual ikan bakar asli lamongan yang kami temui di Bajawa. Dia berjualan tiap malam dan merupakan penjual ikan bakar yang paling rame kalu malam karena satu-satunya di Bajawa. Sebagian besar ikannya dia dapatkan dari nelayan Riung.

Selain sebagai nelayan mereka pun melakukan budidaya rumput laut. Rumput laut di budidayakan di sekitar pulau kelelawar. Budi daya ini sebagai sampingan kalau mereka sedang sepi melaut. Hasilnya dijual ke makasar. Sudah ada tengkulak di kecamatan Riung yang siap menampung rumput laut tersebut.


[1] Sumber; Badan Pusat statistic Kabupaten ngada

Komentar