Mata
pencaharian hidup yang utama dari orang Riung asli adalah bercocok tanam di
ladang. Para warga laki-laki dari sejumlah keluarga luas biasanya bekerja sama
dalam hal membuka ladang di dalam hutan. Aktivitas itu terdiri dari memotong
dan membersihkan belukar bawah, menebang pohon-pohon dan membakar daun-daunan,
batang-batang dan cabang-cabang yang telah dipotong dan ditebang. Kemudian
bagian hutan yang dibuka dengan cara tersebut dibagi antara berbagai keluarga
luas, yang telah bersama-sama membuka hutan tadi. Dari atas 'sekelompok
ladang-ladang serupa itu akan tampak seperti suatu jaringan sarang laba-laba.
Tanaman pokok yang ditanam di ladang-ladang adalah jagung dan padi.
Kecuali
bercocok tanam di ladang, beternak juga merupakan suatu mata pencaharian yang
penting di Riung bahkan di seluruh Flores pada umumnya. Binatang piaraan yang
terpenting adalah kambing. Binatang ini tidak dipiara untuk tujuan-tujuan
ekonomis tetapi untuk membayar mas kawin, untuk disembelih dan dikonsurnsi pad
upacara-upacara adat, dan untuk menjadi lambang kekayaan serta gengsi. Binatang
piaraan penting lainnya adalah kuda, yang dipakai sebagai binatang tenaga
memuat barang. Di samping itu kuda juga sering dipakai sebagai harta mas kawin.
Kambing dan juga sapi dimasukkan ke dalam kandang umum dari desa dan digembala
di padang-padang rumpus yang juga merupakan milik umum dari desa. Adapun sapi
biasanya dibiarkan saja siang-malam berkeliaran lepas di padang-padang rumput
dari desa, hanya kalau orang membutuhkan seekor maka Sapi itu ditangkap,
kemudian dilepaskan lagi sesudah dipakai. Pemeliharaan babi, kambing, domba
atau ayam dilakukan di pekarangan rumah. Namun metode orang Riung yang masih
digunakan masih peternakan pola subsisten, sehingga peningkatan tiap taunnya
sangan lambat, bahkan mengalami penurunan.
Berbeda dengan orang Riung asli, orang Riung
pendatang seperti orang Selayar, Bugis, Bajo dan atau orang Riung asli yang
menikah dengan pendatang, mereka memiliki mata pencaharian sebagai nelayan.
Nelayan diRiung masih sebagai nelayan bersekala kecil. Mereka hanya menggunakan
kapal keci yang lama berlayar hanya satu hari. Malam berangkat melaut, siang
sudah kembali ke daratan. Mereka menjual langsung di tempat setelah perahu
mendarat atau mengkonsumsi untuk kebutuhan sehari-hari. Pernah satu malam
ketika perjalanan dari Riung menuju Bajawa kami melihat motor yang membawa tong
dikanan dan kirinya. Ternyata mereka orang yang menjual ikan dari Riung ke
Bajawa.
“Saya
dapat ikan dari Riung kalau tidak dari Aimere, ikanya cukup segar karena sekali
dapat mereka langsung jual. Biasa saya dapat dari mereka(Riung) setiap dua hari
sekali sisanya dari Aimere”(Hartono)
Begitu penuturan seorang penjual ikan bakar
asli lamongan yang kami temui di Bajawa. Dia berjualan tiap malam dan merupakan
penjual ikan bakar yang paling rame kalu malam karena satu-satunya di Bajawa.
Sebagian besar ikannya dia dapatkan dari nelayan Riung.
Selain sebagai nelayan mereka pun melakukan
budidaya rumput laut. Rumput laut di budidayakan di sekitar pulau kelelawar.
Budi daya ini sebagai sampingan kalau mereka sedang sepi melaut. Hasilnya
dijual ke makasar. Sudah ada tengkulak di kecamatan Riung yang siap menampung
rumput laut tersebut.
Komentar
Posting Komentar